DASAR HUKUM K3

Minggu, 01 Mei 2011


dasar Hukum
Ada minimal 53 dasar hukum tentang K3 dan puluhan dasar hukum tentang Lingkungan yang ada di Indonesia. Tetapi, ada 4 dasar hukum yang sering menjadi acuan mengenai K3 yaitu:
Pertama,
dalam Undang-Undang (UU) No. 1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja, disana terdapat Ruang Lingkup Pelaksanaan, Syarat Keselamatan Kerja, Pengawasan, Pembinaan, Panitia Pembina K-3, Tentang Kecelakaan, Kewajiban dan Hak Tenaga Kerja, Kewajiban Memasuki Tempat Kerja, Kewajiban Pengurus dan Ketentuan Penutup (Ancaman Pidana). Inti dari UU ini adalah, Ruang lingkup pelaksanaan K-3 ditentukan oleh 3 unsur:
Adanya Tempat Kerja untuk keperluan suatu usaha,
Adanya Tenaga Kerja yang bekerja di sana
Adanya bahaya kerja di tempat itu.
Dalam Penjelasan UU No. 1 tahun 1970 pasal 1 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2918, tidak hanya bidang Usaha bermotif Ekonomi tetapi Usaha yang bermotif sosial pun (usaha Rekreasi, Rumah Sakit, dll) yang menggunakan Instalasi Listrik dan atau Mekanik, juga terdapat bahaya (potensi bahaya tersetrum, korsleting dan kebakaran dari Listrik dan peralatan Mesin lainnya).
Kedua, UU No. 21 tahun 2003 tentang Pengesahan ILO Convention No. 81 Concerning Labour Inspection in Industry and Commerce (yang mana disahkan 19 Juli 1947). Saat ini, telah 137 negara (lebih dari 70%) Anggota ILO meratifikasi (menyetujui dan memberikan sanksi formal) ke dalam Undang-Undang, termasuk Indonesia (sumber: www.ILO.org). Ada 4 alasan Indonesia meratifikasi ILO Convention No. 81 ini, salah satunya adalah point 3 yaitu baik UU No. 3 Tahun 1951 dan UU No. 1 Tahun 1970 keduanya secara eksplisit belum mengatur Kemandirian profesi Pengawas Ketenagakerjaan serta Supervisi tingkat pusat (yang diatur dalam pasal 4 dan pasal 6 Konvensi tersebut) – sumber dari Tambahan Lembaran Negara RI No. 4309.
Ketiga, UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, khususnya Paragraf 5 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja, pasal 86 dan 87. Pasal 86 ayat 1berbunyi: “Setiap Pekerja/ Buruh mempunyai Hak untuk memperoleh perlindungan atas (a) Keselamatan dan Kesehatan Kerja.”
Aspek Ekonominya adalah Pasal 86 ayat 2: ”Untuk melindungi keselamatan Pekerja/ Buruh guna mewujudkan produktivitas kerja yang optimal diselenggarakan upaya Keselamatan dan Kesehatan Kerja.”
Sedangkan Kewajiban penerapannya ada dalam pasal 87: “Setiap Perusahaan wajib menerapkan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang terintegrasi dengan Sistem Manajemen Perusahaan.”
Keempat, Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No. Per-05/MEN/1996 tentang Sistem Manajemen K3. Dalam Permenakertrans yang terdiri dari 10 bab dan 12 pasal ini, berfungsi sebagai Pedoman Penerapan Sistem Manajemen K-3 (SMK3), mirip OHSAS 18001 di Amerika atau BS 8800 di Inggris.

struktur organisasi Keselamatan dan kesehatan kerja

Selasa, 19 April 2011

ORGANISASI K3
Organisasi K3 adalah Suatu organisasi yang berada di dalam suatu perusahaan yang mengurusi segala bentuk permasalahan mengenai keselamatan dan kesehatan kerja para karyawan di perusahaan yang bersangkutan.
A.PENGURUS  ORGANISASI K3
1. KETUA
Berwenang menetapkan Kebijakan Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
GASKET MFG.
Melaksanakan Kebijakan dan Rekomendasi yang telah ditetapkan.
2. WAKIL KETUA I
Sebagai Wakil Ketua bertanggung jawab dalam menjalankan Kebijakan Keselamatan
dan Kesehatan Kerja Kerja yang sudah ditetapkan dalam membantu Ketua bila berhalangan
3. SEKRETARIS
Berwenang dan bertanggung jawab untuk merekomendasikan ke Penanggung jawab yang menyangkut Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang telah
disahkan oleh Ketua dalam hal pelaksanaannya.
4. WAKIL SEKRETARIS I & II
Sebagai wakil dari Sekretaris dalam melaksanakan tugas-tugas teknik dan tugas non teknik dalam hal sekreatris berhalangan.
5. ANGGOTA
Membantu pelaksanaan organisasi dalam implementasi dan pelaksanaan
dilapangan
Memberikan saran kepada organisasi dalam rapat

B. TUGAS-TUGAS KERJA :
1. KETUA
·        Memimpin dalam pertemuan rapat pleno P2K3 atau menunjuk anggota untuk
memimpin rapat pleno yang diselenggarakan.
·        Menentukan langkah, kebijakan untuk tercapainya pelaksanaan
program - program P2K3
·        Mempertanggung jawabkan pelaksanaan program - program K3 dan
pelaksanaanya di perusahaan kepada Management.
·         Memonitor & mengevaluasi pelaksanaan program-program K3 di Perusahaan
2. WAKIL KETUA
·        Melaksanakan tugas-tugas bila ketua berhalangan
3. SEKRETARIS
·        Membuat undangan rapat dan notulennya.
·        Mengelola administrasi surat-surat P2K3
·        Mencatat data-data yang berhubungan dengan K3.
·        Memberikan bantuan/ saran-saran yang diperlukan oleh line-line
untuk suksesnya K3.
·        Membuat laporan ke Departemen-departemen terkait mengenai adanya
Tindakan dan Kondisi yang tidak sesuai di tempat kerja.

4. WAKIL SEKRETARIS I & II
·        Melaksanakan tugas-tugas bila Sekretaris berhalangan.
2.5. ANGGOTA
·        Melaksanakan program-program yang telah ditetapkan sesuai
Bagian/ Groupnya
masing-masing.
·        Melaporkan kepada Ketua atas kegiatan yang telah dilaksanakan.

C. PROGRAM KERJA
1.      Identifikasi Masalah K3
·        .Mengidentifikasi dan menginventarisasi sumber bahaya dan
penyakit akibat kerja disetiap Bagian/ Group dalam rangka
perlindungan tenaga kerja.
·        .Inventarisasi masalah yang berkaitan dengan upaya mengendalikan
dan mencegah timbulnya kecelakaan kerja, penyakit akibat kerja dan
upaya peningkatan efisiensi dan produktifitas kerja.
·        Masalah yang berk
·        aitan dengan upaya untuk memenuhi peraturan
perundangan.
·        .Masalah yang berkaitan dengan upaya untuk memberikan
jaminan akan keselamatan dan rasa aman terhadap masyarakat umum
khususnya dilingkungan tempat kerja.
2. Pendidikan dan Pelatihan
·    .Melakukan training Safety untuk karyawan disemua tingkatan dan
sesuai dengan kepentingan (didalam atau diluar perusahaan).
·    Pendidikan dalam bentuk: memasang spanduk-spanduk K3,Membuat film-
film tentang K3.,buletin,majalah tentang K3
·     Melakukan ceramah didalam atau diluar perusahaan dengan mengundang tenaga ahli K3.

D. SIDANG-SIDANG ATAU PERTEMUAN KOMITE K3
1.Bentuk Sidang:
·        Sidang rutin
Membicarakn masalah yang berhubungan dengan K3 termasuk masalah organisasi P2 K3
·         Sidang Khusus
Membicarakan masalah yang mendadak misalnya dalam kasus kecelakaan kerja.
2 Materi Pembahasan Dalam Sidang/ Pertemuan :
a.  . Membahas hasil evaluasi yang telah dilaksanakan.
b.   Menyusun rekomendasi cara mengatasi bahaya potensial yang diteliti.
c.   Membahas hasil analisa kecelakaan dan membuat rekomendasi tentang
penanganannya.
d.  Menyusun acara pendidikan/ pelatihan/ ceramah.
e.  Mengadakan perbaikan program pencegahan kecelakaan yang telah
dijalankan.
f.    Masalah lain yang dianggap perlu yang berhubungan dengan Safety.

E. REKOMENDASI
Dengan tetap memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
a. Bahaya potensial yang ada baik berupa kondisi maupun tindakan yang tidak aman.
b. Dampak yang timbul dari kondisi atau tindakan yang tidak aman terhadap ;
·        Tenaga Kerja (Manusia)
·         Kelancaran produksi
·        Kerusakan peralatan, harta benda maupun lingkungan

c. Cara pencegahan yang tepat ditinjau dari ;
·        Praktis ekonomis (besarnya biaya)
·        Efektivitasnya (dapat dan mudah dilaksanakan)
Rekomendasi ditujukan kepada PimpinanPerusahaan , setelah disetujui maka pimpinan menunjuk tanggung jawab pelaksanaannya kepada Bagian/ Group terkait (yang ada hubungannya dengan masalah tersebut).
Jika ditolak harus diadakan penelitian lebih lanjut dengan memperhatikan alasan-alasannya. Setiap rekomendasi yang dikeluarkan harus dibukukan secara baik dengan segala perkembangannya.









             KETUA
 
 

 




 
ORGANISASI K3
Organisasi K3 adalah Suatu organisasi yang berada di dalam suatu perusahaan yang mengurusi segala bentuk permasalahan mengenai keselamatan dan kesehatan kerja para karyawan di perusahaan yang bersangkutan.
A.PENGURUS  ORGANISASI K3
1. KETUA
Berwenang menetapkan Kebijakan Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
GASKET MFG.
Melaksanakan Kebijakan dan Rekomendasi yang telah ditetapkan.
2. WAKIL KETUA I
Sebagai Wakil Ketua bertanggung jawab dalam menjalankan Kebijakan Keselamatan
dan Kesehatan Kerja Kerja yang sudah ditetapkan dalam membantu Ketua bila berhalangan
3. SEKRETARIS
Berwenang dan bertanggung jawab untuk merekomendasikan ke Penanggung jawab yang menyangkut Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang telah
disahkan oleh Ketua dalam hal pelaksanaannya.
4. WAKIL SEKRETARIS I & II
Sebagai wakil dari Sekretaris dalam melaksanakan tugas-tugas teknik dan tugas non teknik dalam hal sekreatris berhalangan.
5. ANGGOTA
Membantu pelaksanaan organisasi dalam implementasi dan pelaksanaan
dilapangan
Memberikan saran kepada organisasi dalam rapat

B. TUGAS-TUGAS KERJA :
1. KETUA
·        Memimpin dalam pertemuan rapat pleno P2K3 atau menunjuk anggota untuk
memimpin rapat pleno yang diselenggarakan.
·        Menentukan langkah, kebijakan untuk tercapainya pelaksanaan
program - program P2K3
·        Mempertanggung jawabkan pelaksanaan program - program K3 dan
pelaksanaanya di perusahaan kepada Management.
·         Memonitor & mengevaluasi pelaksanaan program-program K3 di Perusahaan
2. WAKIL KETUA
·        Melaksanakan tugas-tugas bila ketua berhalangan
3. SEKRETARIS
·        Membuat undangan rapat dan notulennya.
·        Mengelola administrasi surat-surat P2K3
·        Mencatat data-data yang berhubungan dengan K3.
·        Memberikan bantuan/ saran-saran yang diperlukan oleh line-line
untuk suksesnya K3.
·        Membuat laporan ke Departemen-departemen terkait mengenai adanya
Tindakan dan Kondisi yang tidak sesuai di tempat kerja.

4. WAKIL SEKRETARIS I & II
·        Melaksanakan tugas-tugas bila Sekretaris berhalangan.
2.5. ANGGOTA
·        Melaksanakan program-program yang telah ditetapkan sesuai
Bagian/ Groupnya
masing-masing.
·        Melaporkan kepada Ketua atas kegiatan yang telah dilaksanakan.

C. PROGRAM KERJA
1.      Identifikasi Masalah K3
·        .Mengidentifikasi dan menginventarisasi sumber bahaya dan
penyakit akibat kerja disetiap Bagian/ Group dalam rangka
perlindungan tenaga kerja.
·        .Inventarisasi masalah yang berkaitan dengan upaya mengendalikan
dan mencegah timbulnya kecelakaan kerja, penyakit akibat kerja dan
upaya peningkatan efisiensi dan produktifitas kerja.
·        Masalah yang berk
·        aitan dengan upaya untuk memenuhi peraturan
perundangan.
·        .Masalah yang berkaitan dengan upaya untuk memberikan
jaminan akan keselamatan dan rasa aman terhadap masyarakat umum
khususnya dilingkungan tempat kerja.
2. Pendidikan dan Pelatihan
·    .Melakukan training Safety untuk karyawan disemua tingkatan dan
sesuai dengan kepentingan (didalam atau diluar perusahaan).
·    Pendidikan dalam bentuk: memasang spanduk-spanduk K3,Membuat film-
film tentang K3.,buletin,majalah tentang K3
·     Melakukan ceramah didalam atau diluar perusahaan dengan mengundang tenaga ahli K3.

D. SIDANG-SIDANG ATAU PERTEMUAN KOMITE K3
1.Bentuk Sidang:
·        Sidang rutin
Membicarakn masalah yang berhubungan dengan K3 termasuk masalah organisasi P2 K3
·         Sidang Khusus
Membicarakan masalah yang mendadak misalnya dalam kasus kecelakaan kerja.
2 Materi Pembahasan Dalam Sidang/ Pertemuan :
a.  . Membahas hasil evaluasi yang telah dilaksanakan.
b.   Menyusun rekomendasi cara mengatasi bahaya potensial yang diteliti.
c.   Membahas hasil analisa kecelakaan dan membuat rekomendasi tentang
penanganannya.
d.  Menyusun acara pendidikan/ pelatihan/ ceramah.
e.  Mengadakan perbaikan program pencegahan kecelakaan yang telah
dijalankan.
f.    Masalah lain yang dianggap perlu yang berhubungan dengan Safety.

E. REKOMENDASI
Dengan tetap memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
a. Bahaya potensial yang ada baik berupa kondisi maupun tindakan yang tidak aman.
b. Dampak yang timbul dari kondisi atau tindakan yang tidak aman terhadap ;
·        Tenaga Kerja (Manusia)
·         Kelancaran produksi
·        Kerusakan peralatan, harta benda maupun lingkungan

c. Cara pencegahan yang tepat ditinjau dari ;
·        Praktis ekonomis (besarnya biaya)
·        Efektivitasnya (dapat dan mudah dilaksanakan)
Rekomendasi ditujukan kepada PimpinanPerusahaan , setelah disetujui maka pimpinan menunjuk tanggung jawab pelaksanaannya kepada Bagian/ Group terkait (yang ada hubungannya dengan masalah tersebut).
Jika ditolak harus diadakan penelitian lebih lanjut dengan memperhatikan alasan-alasannya. Setiap rekomendasi yang dikeluarkan harus dibukukan secara baik dengan segala perkembangannya.









             KETUA
 
 


                                                                wakil ketua I

                                                               SEKRETARIS

                                                  WAKIL SEKRETARIS I DAN II

                                                                 ANGGOTA





 





Diagram Alir  Pengurus Organisasi K3









 





Diagram Alir  Pengurus Organisasi K3


jenis kecelakaan kerja dan hari kehilangan kerjanya

KEP. 84/BW/1998
1 dari 13
SURAT KEPUTUSAN
DIREKTUR JENDERAL PEMBINAAN HUBUNGAN
INDUSTRIAL DAN PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN
DEPARTEMEN TENAGA KERJA R.I.
NO. : KEP. 84/BW/1998
TENTANG
CARA PENGISIAN FORMULIR LAPORAN
DAN ANALISIS STATISTIK KECELAKAAN
DIREKTUR JENDERAL PEMBINAAN HUBUNGAN INDUSTRIAL
DAN PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN
DEPARTEMEN TENAGA KERJA.
Menimbang : a. bahwa formulir pemeriksaan dan pengkajian kecelakaan serta
analisis statistik kecelakaan sebagaimana diatur dalam
Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 03/MEN/1998 tanggal 26
Februari 1998 perlu diatur cara pengisian dan penggunaannya
untuk mengetahui angka kekerapan dan keparahan kecelakaan;
b. bahwa untuk itu perlu ditetapkan Petunjuk Pelaksanaan cara
pengisian formulir pemeriksaan dan pengkajian serta analisis
statistik kecelakaan.
Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan
Kerja
2. Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 03/MEN/1998 tanggal 26
Februari 1998 tentang Tata Cara Pelaporan dan Pemeriksaan
Kecelakaan;
M E M U T U S K A N
Menetapkan :
PERTAMA : Pengisian dan penggunaan formulir pemerIksaan dan
pengkajiankecelakaan serta analisis statistik kecelakaan
dilaksanakan dengan berpedoman pada Petunjuk Pelaksanaan
terlampir.
KEDUA : Memerintahkan kepada Pegawai Pengawas dalam pemeriksaan
dan pengkajian kecelakaan serta Kepala Kantor Departemen
KEP. 84/BW/1998
2 dari 13
Tenaga Kerja dan Kepala Kantor Wilayah Departemen Tenaga
Kerja dalam menyusun analisis statistik kecelakaan
menggunakan Petunjuk Pelaksanaan sebagaimana termaksud
dalam amar “Pertama”.
KETIGA : Kepala Kantor Wilayah Departemen Tenaga Kerja harus
mengirimkan analisis statistik kecelakaan tersebut setiap bulan ke
Departemen Pusat cq. Dirjen Binawas.
KEEMPAT : Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan dan apabila
di kemudian hari terdapat kekeliruan akan diperbaiki
sebagaimana mestinya.
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 8 April 1998
DIREKTUR JENDERAL
PEMBINAAN HUBUNGAN
INDUSTRIAL DAN PENGAWASAN
KETENAGAKERJAAN
MOHD. SYAUFII SYAMSUDDIN
NIP. 160008975
KEP. 84/BW/1998
3 dari 13
LAMPIRAN I : SURAT KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PEMBINAAN
HUBUNGAN INDUSTRIAL DAN PENGAWASAN
KETENAGAKERJAAN
NOMOR : KEP. 84/BW/1998
TANGGAL : 8 APRIL 1998
PETUNJUK PELAKSANAAN PENGISIAN DAN PENGGUNAAN
FORMULIR PEMERIKSAAN DAN PENGKAJIAN
SERTA ANALISIS STATISTIK KECELAKAAN
A. PENDAHULUAN
I. Latar Belakang
Tujuan Undang-undang Keselamatan dan Kesehatan Kerja No. 1 Tahun 1970
adalah untuk memberikan perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja
setiap tenaga kerja dan orang lain yang berada di tempat kerja serta mengamankan
sumber-sumber produksi agar dapat dipergunakan secara efisien.
Untuk mencapai sasaran Undang-undang Keselamatan Kerja tersebut antara
lain setiap kecelakaan wajib dilaporkan kepada Departemen Tenaga Kerja.
Pengurus atau Pengusaha wajib melaporkan setiap kecelakan yang terjadi di
tempat kerjanya dengan mempergunakan bentuk yang telah diterapkan, agar dapat
dilakukan analisa kecelakaan.
Analisis kecelakaan kerja dilakukan untuk menemukan penyebab utama
kecelakaan sehingga dapat diberikan saran perbaikan agar kecelakaan tidak
terulang kembali.
II. Tujuan
Tujuan Petunjuk Pelaksanaan Pengkajian Kecelakaan adalah untuk
memberikan panduan kepada pegawai pengawas ketenagakerjaan, Kepala Kantor,
Departemen Tenaga Kerja dan Kepala Kantor Wilayah Departemen Tenaga Kerja
dapat melakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
III. Ruang Lingkup
Ruang lingkup Petunjuk Pengkajian Kecelakaan ini meliputi analisis
kecelakaan di tempat kerja yang terdiri dari kecelakaan kerja, penyakit akibat
kerja, peledakan, kebakaran dan bahaya pembuangan limbah serta kejadian
berbahaya lainnya sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja
No. 03/MEN/98 tanggal Februari 1998.
B. PENGISIAN FORMULIR
(Lampiran II, III, IV, V, VI, dan VII Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 03/MEN/98
tanggal 26 Februari 1998).
KEP. 84/BW/1998
4 dari 13
I. DATA UMUM
A. Identitas Perusahaan
1. Nama perusahaan diisi menurut jenis usaha dan nama perusahaannya
Contoh :
a. Pabrik Tekstil PT. JAYATEK
b. Kontraktor Bangunan PT. PEMBANGUNAN JAYA.
2. Alamat perusahaan diisi sesuai dengan yang ada pada Wajib Lapor
Ketenagakerjaan (UUD No. 7/1981). Apabila belum ada diisi menurut
alamat perusahaan atau bagian perusahaan yang berdiri sendiri.
3. Nama pengurus diisi sesuai dengan yang ada pada Wajib Lapor
Ketenagakerjaan dan apabila belum ada diisi dengan nama penanggung
jawab perusahaan sesuai peraturan perundangan.
4. Alamat pengurus diisi sesuai dengan domisili resmi yang bersangkutan
berdasarkan KTP atau PASPORT.
B. Informasi Kecelakaan
1. Tempat, tanggal dan jam kejadian kecelakaan diisi menurut tempat dimana
terjadi kecelakaan, tanggal dan jam kecelakaan.
Contoh :
a. Di bagian pemintalan pabrik tekstil PT. JAYATEX. Tanggal
10 Agustus 1991, jam 11:00 WIB.
b. Di proyek bangunan pemasangan saluran pipa air minum
jalan Ciputat Raya Tanggal 12 Maret 1991, jam 14:00 WIB.
2. Sumber laporan menurut berita yang diterima:
Contoh :
a. Surat kabar Harian KOMPAS tanggal 11 Agustus 1991
b. Laporan lisan (telepon) pengurus perusahaan PT.
PEMBANGUNAN JAYA.
3. Tanggal diterima laporan diisi sesuai dengan barita yang diperoleh dalam
butir 2.
Contoh :
a. 11 Agustus 1991
b. 12 Maret 1991
4. Tanggal pemeriksaan diisi menurut tangal pada waktu pegawai
ketenagakerjaan melakukan pemeriksaan setempat.
5. Atasan langsung adalah atasan yang memberikan perintah pekerjaan
kepada korban secara organisator perusahaan.
6. Saksi adalah orang yang melihat/mendengar/mengetahui secara langsung
proses terjadi kecelakaan.
C. Lain-lain
1. P2K3/AHLI K3 diisi dengan ada atau tidak ada.
2. KKB/PP diisi dengan ada atau tidak ada.
3. JAMSOSTEK diisi dengan ada atau tidak ada.
4. SPSI diisi dengan ada atau tidak ada.
5. jumlah tenaga kerja, diisi jumlah seluruh tenaga kerja yang ada di
perusahaan.
6. asuransi lainnya, diisi jenis asuransi selain asuransi sosial tenaga kerja.
KEP. 84/BW/1998
5 dari 13
II. DATA KORBAN
1. Jumlah korban : diisi dengan jumlah seluruh korban pada kasus kecelakaan
tersebut baik yang mati, luka berat maupun luka kecil kecelakaan tersebut
kemudian dibagi menurut jenis kelamin yang diisikan pada kolom laki-laki
dan perempuan.
2. Nama : diisi menurut nama korban kecelakaan dan apabila kolom tersebut
cukup dapat dibuat daftar tersendiri. Kolom umur diisi menurut masingmasing
umur korban dan kolom kode diisi menurut nomor kode pembagian
kelompok umur.
- Kolom kode yang kosong diisi menurut petunjuk nomor kolom kode yang
ada.
3. Akibat kecelakaan : diisi sesuai dengan keadaan korban manusia. Keadaan
kecelakaan (bukan korban manusia).
- Luka berat adalah luka yang mengakibatkan cacat tetap, yaitu kehilangan
atau tidak berfungsinya salah satu atau beberapa organ tubuh atau gangguan
jiwa. Apabila memerlukan pekerjaannya meskipun tidak ada akibat cacat
tetap termasuk dalam klasifikasi luka berat.
- Luka ringan adalah luka yang memerlukan perawatan medis sehingga tidak
dapat melakukan pekerjaan tidak lebih dari 1 (satu) hari.
4. Keterangan cidera adalah diisi menurut bagian tubuh korban yang mendapat
cidera.
Contoh : mata.
Untuk kolom kode diisi dengan nomor A. 10 sesuai dengan petunjuk kolom
kode yang ada. Apabila diperlukan sesuai dengan jumlah korban dapat
dibuatkan daftar tersendiri.
III. FAKTA YANG DIBUAT
Di dalam kolom ini fakta yang ada dibagi dalam 2 (dua) kelompok besar yaitu
kondisi yang berbahaya dan tindakan yang berbahaya.
1. Menentukan kondisi yang berbahaya digunakan pedoman sebagai berikut.
- Cacat dan daftar semua kondisi yang tidak aman baik dilihat secara
mekanis maupun fisik yang benar-benar mendukung terjadinya
kecelakaan.
- Kondisi ini tetap akan menimbulkan kecelakaan walaupun tindakan
berbahaya tidak ada.
2. Tindakan yang berbahaya.
Untuk menentukan tindakan yang berbahaya sama halnya dengan yang
digunakan dalam menentukan kondisi berbahaya yaitu dengan berpedoman
sebagai berikut:
- Inventarisir semua tindakan-tindakan yang menyimpang dari
prosedur semestinya yang tidak aman benar-benar mendukung atau
mendasari penentuan type kecelakaan yang telah dipilih atau
ditetapkan.
Tindakan berbahaya dimaksud dapat berasal dari si korban sendiri atau
pembantunya atau orang lain yang berada disekitarnya.
KEP. 84/BW/1998
6 dari 13
IV. URAIAN TERJADINYA KECELAKAAN
Diisi secara kronologis tentang terjadi kecelakaan dengan cara mengumpulkan
informasi dari saksi-saksi yang ada. Apabila tidak memungkinkan mendapatkan
informasi (tidak ada sumber informasi). Pegawai Pengawas mengisi
kemungkinan terjadinya kecelakaan berdasarkan logika setelah mempelajari
jalannya mesin/peralatan/proses dan cara kerja yang telah dilakukan oleh korban
kecelakaan.
Disamping uraian terjadinya kecelakaan, juga sedapat mungkin dimasukan dalam
kolom ini segala informasi yang kemungkinan dapat mempengaruhi korban dalam
melakukan pekerjaannya.
Contoh:
- Dalam keadaan sakit.
- Kurang tidur
- Marah-marah, dan sebagainya.
V. SUMBER KECELAKAAN
Untuk menentukan sumber kecelakaan dapat digunakan pedoman sebagai berikut:
a. pilihlah benda, bahan, zat atau pemapar lainnya yang tidak aman dan apabila
dieliminir maka kecelakaan yang bersangkutan tidak akan terjadi.
b. Apabila tidak terdapat benda, bahan atau zat yang berbahaya/tidak aman
sebagaimana dimaksud pada huruf a, pilihlah benda atau bahan atau zat yang
kontak langsung dengan korban.
Contoh:
Terjepit conveyor
Kolom kode yang diisi adalah B5.
VI. TYPE KECELAKAAN
Cara untuk menetapkan type kecelakaan yang paling mendekati yaitu berdasarkan
proses terjadinya hubungan atau kontak sumber kecelakaan dengan luka atau sakit
yang diderita korban.
Type kecelakaan berdasarkan penggolongannya adalah : tertangkap pada, dalam
dan diantara benda (dalam hal ini adalah tertangkap diantara dua benda) dengan
kolom kode yang diisi C3.
VII. PENYEBAB KECELAKAAN
Untuk menetapkan sebab utama kecelakaan yang terdiri dari kondisi yang
berbahaya adalah diambil salah satu dari fakta yang didapat dengan mengisi
kolom kode D dan E. Apabila terdapat lebih dari satu kondisi dan tindakan yang
berbahaya, maka dipilih salah satu diantaranya yang paling erat kaitannya
dengan type kecelakaan yang ditentukan.
KEP. 84/BW/1998
7 dari 13
VIII. SYARAT-SYARAT YANG DIBERIKAN
Syarat yang diberikan untuk mencegah agar kasus kecelakaan yang serupa tidak
terulang kembali adalah dengan cara menetapkan tindakan yang harus diambil
dan apabila dilakukan maka kecelakaan tersebut tidak akan terjadi.
Syarat tersebut harus mengacu prinsip sebagai berikut:
- Biaya yang dikeluarkan seminimal mungkin (murah).
- Dapat dilakukan atau dikerjakan.
- Efektif dalam menghindari terjadinya kecelakaan.
- Tidak mengganggu proses produksi dan pemeliharaan.
IX. TINDAKAN LEBIH LANJUT
Adalah tindakan yang dilakukan oleh pegawai setelah dilakukan pemeriksaan
dan pengkajian kecelakaan.
Tindakan tersebut dapat berupa antara lain:
- Rekomendasi kepada pimpinan untuk menetapkan kebijaksanaan lebih lanjut
dalam kaitan kasus-kasus kecelakaan yang serupa.
- Tindakan dalam kaitan jaminan kecelakaan kerja.
- Penyelidikan terdapat penanggung jawab terjadinya kecelakaan.
- Pembinaan yang perlu segera dilakukan di perusahaan yang bersangkutan.
- Dan sebagainya.
X. HAL-HAL YANG PERLU DILAPORKAN
Hal-hal lain yang perlu dilaporkan
Adalah hal-hal yang berkaiatan dengan kasus kecelakaan ataupun perusahaan
yang bersangkutan misalnya:
- Tindakan yang telah diambil pengurus perusahaan setelah terjadinya kasus
kecelakaan.
- Dampak terhadap lingkungan peralatan atau karyawan lainnya.
- Pengalaman atau latar belakang korban.
- Latar belakang perusahaan misalnya: merupakan anak perusahaan/induk
perusahaan atau salah satu group perusahaan tertentu.
Disamping itu dapat dilaporkan juga jumlah jam kerja per hari dari seluruh
karyawan dalam jam, serta jumlah hari orang yang hilang dalam hari orang.
XI. KOLOM KODE
Pada sebelah kanan bentuk pengkajian terdapat kolom empat persegi (kotak)
yang diperlukan mengisi kode dari sisi laporan. Kolom tersebut sebagaian ada
yang telah terisi dan sebagian masih kosong.
Cara mengisi kolom yang masih kosong tersebut dengan daftar sebagai berikut:
1. DATA KORBAN
A : jumlah korban
A1 : jumlah korban laki-laki
KEP. 84/BW/1998
8 dari 13
A2 : jumlah korban perempuan
A3 : umur korban dikelompokan berdasarkan usia:
A3.1 : kurang dari 10 tahun
A3.2 : antara 11 s/d 20 tahun
A3.3 : antara 21 s/d 30 tahun
A3.4 : antara 31 s/d 40 tahun
A3.5 : antara 41 s/d 50 tahun
A3.6 : antara dari 51 tahun
Akibat Kecelakaan
A4 : Jumlah korban yang mati
A5 : Jumlah korban yang luka berat
A6 : Jumlah korban yang luka ringan
Keterangan cidera/bagian tubuh yang cidera
A7 : kepala
A8 : mata
A9 : telinga
A10 : badan
A11 : lengan
A12 : tangan
A13 : jari tangan
A14 : paha
A15 : kaki
A16 : jari kaki
A17 : organ tubuh bagian dalam
2. SUMBER KECELAKAAN
B1 : Mesin (mesin pons, mesin press, gergaji, mesin bor, mesin tenun, dan
lain-lain).
B2 : Penggerak mula dan pompa (motor bakar, pompa angin/kompressor,
pompa air, kipas angin, penghisap udara, dan lain-lain).
B3 : lift (lift untuk orang atau barang baik yang digerakkan dengan tenaga
uap, listrik, hydraulik, dan lain-lain).
B4 : Pesawat angkat (keran angkat, derek, dongkrak, takel, lir, dan lainlain).
B5 : Conveyor (ban berjalan, rantai berjalan, dan lain-lain).
B6 : Pesawat angkut (lori, forklift, gerobag, mobil, truck, cerobong
penghantar, dan lain-lain).
B7 : Alat transmisi mekanik (rantai, pulley, dan lain-lain).
B8 : Perkakas kerja tangan (pahat, palu, pisau, kapak, dan lain-lain).
B9 : Pesawat uap dan bejana tekan (ketel uap, bejana uap, pemanas air,
pengering uap, botol baja, tabung bertekanan, dan lian-lain).
B10 : peralatan listrik (motor listrik, generator, transformator, ornamen
listrik, zakering, sakelar, kawat penghantar, dan lain-lain).
B11 : Bahan kimia (bahan kimia yang mudah meledak, atau menguap,
beracun, korosif, uap logam, dan lain-lain).
B12 : Debu berbahaya (debu yang mudah meledak, debu organik, debu
anorganik seperti debu asbes, debu silika, dan lain-lain).
KEP. 84/BW/1998
9 dari 13
B13 : Radiasi dan bahan radioaktif (radium, cobalt, sinar ultra, sinar infra,
dan lain-lain).
B14 : Faktor lingkungan (contoh: iklim kerja, tekanan udara, geteran,
bising, cahaya, dan lain-lain).
B15 : Bahan mudah terbakar dan benda panas (lak. Film. Minyak, kertas,
kapuk, uap, dan lain-lain).
B16 : Binatang (serangga, cacing, binatang buas, bakteri, dan lain-lain).
B17 : Permukaan lantai kerja (lantai, bordes, jalan, peralatan, dan lainlain).
B18 : Lain-lain (perancah, tangga, peti, kaleng, sampah, benda kerja, dan
lain-lain).
3. TYPE KECELAKAAN
C1 : Terbentur (pada umumnya menunjukan kontak atau persinggungan
dengan benda tajam atau benda keras yang mengakibatkan tergores,
terpotong, tertusuk, dan lain-lain).
C2 : Terpukul (pada umumnya karena yang jatuh, meluncur, melayang,
bergerak, dan lain-lain).
C3 : Tertangkap pada, dalam dan diantara benda (terjepit, tergigit,
tertimbun, tenggelam, dan lain-lain).
C4 : Jatuh dari ketinggian yang sama.
C5 : Jatuh dari ketinggian yang berbeda.
C6 : Tergelincir.
C7 : Terpapar (pada umumnya berhubungan dengan temperatur, tekanan
udara, getaran, radiasi, suara, cahaya, dan lain-lain).
C8 : Penghisapan, penyerapan (menunjukan proses masuknya bahan atau
zat berbahaya ke dalam tubuh, baik melalui pernafasan ataupun kulit
dan yang pada umumnya berakibat sesak nafas, keracunan, mati
lemas, dan lain-lain).
C9 : Tersentuh aliran listrik.
C10 : Dan lain-lain.
4. KONDISI YANG BERBAHAYA
D1 : Pengamanan yang tidak sempurna (sumber kecelakaan tanpa alat
pengaman, atau dengan alat pengaman yang tidak mencukupi atau
rusak atau tidak berfungsi, dan lain-lain).
D2 : Peralatan/bahan yang tidak seharusnya (mesin, pesawat, peralatan
atau bahan yang tidak sesuai atau berbeda dari keharusan, faktor
lainnya dan lain-lain).
D3 : Kecacatan, ketidaksempurnaan (kondisi atau keadaan yang tidak
semestinya, misalnya: kasar, licin, tajam, timpang, aus, retak, rapuh,
dan lain-lain).
D4 : Pengaturan prosedur yang tidak aman (pengaturan prosedur yang
tidak aman pada atau sekitar sumber kecelakaan, misalnya:
penyimpanan, peletakan yang tidak aman, di luar batas kemampuan,
pembebanan lebih, faktor psikososial, dan lain-lain).
D5 : Penerapan tidak sempurna (kurang cahaya, silau, dan lain-lain).
D6 : Ventilasi tidak sempurna (pergantian udara segar yang kurang,
sumber udara segar yang kurang, dan lain-lain).
KEP. 84/BW/1998
10 dari 13
D7 : Iklim kerja yang tidak aman (suhu udara yang terlalu tinggi atau
terlalu rendah, kelembaban udara yang berbahaya, faktor biologi, dan
lain-lain).
D8 : Tekanan udara yang tidak aman (tekanan udara yang tinggi dan yang
rendah, dan lain-lain).
D9 : Getaran yang berbahaya (getaran frekuensi rendah, dan lain-lain).
D10 : Bising (suara yang intensitasnya melebihi nilai ambang batas).
D11 : Pakaian, kelengkapan yang tidak aman (sarung tangan, respirator,
kedok sepatu keselamatan, pakaian kerja, dan lain-lain, tidak tersedia
atau tidak sempurna/cacat/rusak, dan lain-lain).
D12 : Kejadian berbahaya lainnya (bergerak atau berputar terlalu lambat,
peluncuran benda, ketel melendung, konstruksi retak, korosi, dan
lain-lain).
5. TINDAKAN YANG BERBAHAYA
E1 : Melakukan pekerjaan tanpa wewenang, lupa mengamankan, lupa
memberi tanda/peringatan.
E2 : Bekerja dengan kecepatan berbahaya.
E3 : Membuat alat pengaman tidak berfungsi (melepaskan, mengubah,
dan lain-lain).
E4 : Memakai peralatan yang tidak aman, tanpa peralatan.
E5 : Memuat, membongkar, menempatkan, mencampur, menggabungkan
dan sebagainya dengan tidak aman (proses produksi).
E6 : Mengambil posisi atau sikap tubuh tidak aman (ergonomi).
E7 : Bekerja pada objek yang berputar atau berbahaya ( misalnya
membersihkan, mengatur, memberi pelumas, dan lain-lain).
E8 : Mengalihkan perhatian, mengganggu, sembrono/dakar,
mengagetkan, dan lain-lain).
E9 : Melalaikan penggunaan alat pelindung diri yang ditentukan.
E10 : Lain-lain.
C. MEKANISME ADMINISTRASI DAN PENGKAJIAN
I. TINGKAT KANDEP
1. Laporan kejadian kasus kecelakaan sumbernya terdiri dari:
a. anggota masyarakat.
b. Pengurus atau pengusaha melalui bentuk laporan resmi.
c. Hasil temuan Pegawai Pengawas pada waktu mengadakan pemeriksaan
rutin.
2. Dari sumber atau temuan Pegawai Pengawas, Kepala Kandepnaker setempat
mengeluarkan surat perintah kepada Pegawai Pengawas untuk m engadakan
Pemeriksaan tempat Kejadian perkara (TKP).
3. Pegawai Pengawas setelah mengadakan pemeriksaan TKP segera melakukan
pengkajian kecelakaan dengan mempergunakan bentuk/formulir yang telah
ditetapkan.
4. Hasil pengkajian kecelakaan dibuat dalam rangkap 2 (dua) dan dikirimkan
kepada Kepala Kanwil Depnaker setempat 1 (satu) exemplar dan 1 (satu)
sebagai arsip di Kandepnaker setempat.
KEP. 84/BW/1998
11 dari 13
5. Setiap pengirim hasil pengkajian kecelakaan harus diberikan nomor urut
tersendiri dengan kode wilayah masing-masing sesuai kode surat yang ada.
II. TINGKAT KANWIL
1. Laporan pengkajian kecelakaan dari Kandep ke Kanwil, datanya dianalisis per
Kandep dan per Sektor.
2. Dari data pengkajian ayng ada Kanwil menghitung angka tingkat kekerapan
(Frequency Rate) dan angka tingkat keparahan (Severity Rate) untuk setiap
Kandep/Sektor dan FR, SR Kanwil masing-masing.
3. Rumus yang dipergunakan untuk menghitung tingkat kekerapan (FR) adalah:
Jumlah Kecelakaan X 1.000.000
Jumlah jam/orang
Untuk menghitung tingkat keparahan (SR) adalah:
Jumlah hari hilang X 1.000.000
Jumlah jam/orang
Waktu kerja per orang diambil rata-rata 7 jam hari atau 40 jam/minggu.
Untuk menentukan kerugian hari kerja yang hilang dapat dilihat dalam tabel
(lampiran II).
4. Analisis statistik kecelakaan Kanwil diteruskan ke Pusat/Dit. PNKK untuk
dihimpun menjadi data nasional.
III. TINGKAT PUSAT
Pusat melakukan analisis statistik kecelakaan secara nasional melalui data wilayah
per Kanwil dan menghitung FR dan SR tingkat nasional.
KEP. 84/BW/1998
12 dari 13
LAMPIRAN II : SURAT KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PEMBINAAN
HUBUNGAN INDUSTRIAL DAN PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN
NOMOR : KEP. 84/BW/1998
TANGGAL : 8 APRIL 1998
TABEL
KERUGIAN HARI KERJA KARENA CACAT
A. Untuk kerugian dari anggota badan karena cacat tetap atau menurut ilmu bedah.
1. Tangan dan jari-jari
Amputasi seluruh
atau sebagian dari
tulang Ibu jari Telunjuk Tengah Manis Kelingking
Ruas ujung
Ruas tengah
Ruas pangkal
Telapak antara
jari-jari dan
pergelangan
300
-
600
900
100
200
400
600
75
150
300
500
60
120
240
450
50
100
200
Tangan sampai
pergelangan 3000
2. Kaki dan jari-jari
Amputasi seluruh atau
sebagian dari tulang Ibu jari Jari-jari lainnya
Ruas ujung
Ruas tengah
Ruas pangkal
Telapak (antara jari-jari
pangkal kaki)
150
-
300
600
35
75
150
350
Kaki sampai pergelangan 2400
KEP. 84/BW/1998
13 dari 13
3. Lengan
Tiap bagian dari pergelangan sampai siku
Tiap bagian dari atas siku sampai
sambungan bahu
3600
4500
4. Tungkai
Tiap bagian di atas mata kaki sampai lutut
Tiap bagian di atas lutut sampai pangkal
paha
3000
4500
B. Kehilangan Fungsi.
Satu mata
Kedua mata dalam satu kasus kecelakaan
Satu telinga
Kedua telinga dalam satu kecelakaan
1800
6000
600
3000
C. Lumpuh Total dan Mati.
Lumpuh total yang menetap
Mati
6000
6000
Catatan : Untuk setiap luka ringan tidak ada amputasi tulang kerugian hari kerja adalah
jumlah sesungguhnya selma si korban tidak mampu bekerja.
KEP.407/BW/1999
1 dari 12
KEPUTUSAN
DIREKTUR JENDERAL
PEMBINAAN HUBUNGAN
INDUSTRIAL DAN PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN
NO : KEP. 407/BW/1999
TENTANG
PERSYARATAN, PENUNJUKAN, HAK DAN KEWAJIBAN
TEKNISI LIFT
DIREKTUR JENDERAL PEMBINAAN HUBUNGAN INDUSTRIAL
DAN PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN
Menimbang : a. bahwa berdasarkan ketentuan pasal 27 Peraturan Menteri
Tenaga Kerja No. PER-03/MEN/1999 perlu diatur mengenai
persyaratan, penunjukan, hak dan kewajiban teknisi lift yang
mengerjakan pemasangan, perbaikan dan atau perawatan lift;
b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
pada huruf a, perlu ditetapkan dengan Keputusan Direktur
Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Pengawasan
Ketenagakerjaan.
Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan
Kerja (Lembaran Negara R.I. Nomor 1, Tambahan Lembaran
Negara No. 2918);
2. Keputusan presiden R.I. No. 122/M/1998 tentang Pembentukan
Kabinet Reformasi Pembangunan;
3. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor PER-04/MEN/1988
tentang Berlakunya Standar Nasional Indonesia (SNI) Nomor
SNI 225-1998 mengenai Peraturan Umum Instalasi Listrik
Indonesia 1987 (PUIL 1987) di Tempat Kerja;
4. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor PER-04/MEN/1995
tentang Perusahaan Jasa Keselamatan dan Kesehatan Kerja;
5. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor PER-03/MEN/1999
tentang Syarat-syarat Keselamatan dan Kesehatan Kerja Lift
untuk Pengangkutan Orang dan Barang.